Senin, 14 Ramadhan 1422 H. (26/4/2021), Ngaji Bidayatul Hidayah bersama K.H. Subahan Ma’mun di Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Bulakamba Brebes, setiap sore hari pukul 16.00 -17.15 WIb.
Hilal bin ‘Ala, seorang pakar ru’yah mengatakan, “Mudah menerima maaf pada siapapun dan saling memaafkan tanpa unek-unek, maka dengan sendirinya, terjadi proses pembebasan diri dari kepenatan hati.” Memaafkan adalah menciptakan suasana sehat untuk semua, terutama untuk dirinya sendiri.
Ketika penyakit datang menyerang, maka cara agar cepat sembuh, salah satunya dengan terapi “Mudah memaafkan dan menghilangkan ketidaknyamanan.” Dengan kondisi perasaan rileks dan ikhlas terhadap orang yang pernah berbeda pendapat dan berselisih, dapat membuat suasana hati terasa nyaman. Selanjutnya akan berkumpul kekuatan nilai-nilai positif dalam diri, untuk mengalahkan energi negatif yang merorong kekebalan tubuh. Memaafkan orang lain membuat situasi nyaman. Sebaliknyak tidak saling memaafkan akan menjadikan hati terus bergejolak dalam ketidaknyamanan.
Baper merujuk pada kondisi di mana seseorang terlalu mengambil hati atau perasaan dari setiap perkataan atau tindakan orang lain. Merupakan salah satu pintu masuknya penyakit. Oleh karena itu. Perlu sebuah usaha agar dapat meminimalkan timbulnya baper, dengan cara membuat suasana diri nyaman, tidak emosional, hati-hati dalam menerima informasi yang kurang baik, jangan ditelan mentah-mentah.
Diantara manusia yang menjadi ahli surga, terdapat orang yang dalam hantinya tidak ada unek-unek. Hilangnya unek-unek menjadikan dunianya sebagai penghantar meraih jalan ke surga yang penuh kebahagiaan.
Memiliki hidup yang sehat, dapat juga dilakukan dengan selalu menghormati lawan atau musuh ketika melihat mereka. Sebab dengan dasar penghormatan kepada lawan akan dapat menolak kejelekan yang datang dari musuh.
Kalau ingin meraih surga dan kenikmatanya. Maka jadilah orang suka senyum, selalu ceria kepada siapapun. Karena didalam surga dicipta menjadi tempat yang penuh keceriaan.
Mendapat kenikmatan surga dunia, salah satunya didapat dari masih bisa merasakan makanan yang enak. Atau masih dapat membahagiakan dengan cara memberi atau menyambut tamu dengan penuh keceriaan. Sehingga tamu dapat merasakan nikmat dari hidangan yang disajikan.
Menampakkan keceriaan pada musuh yang dibenci dengan wajah ceria. Seakan-seakan memenuhi hatiku dengan kebahagiaan. Karena membuat wajah ceria kepada siapa saja, membuat kebahagiaan yang luar biasa pada diri sendiri.
Metode silaturahmi yang diajarkan dalam islam, di dalamnya terdapat pendidikan untuk membuat kebahagiaan pada orang lain. Dan tidak ketinggalan pula, memiliki arti membuat bahagia diri sendiri.
Islam dengan tegas memberikan tawaran, kepada pengikutnya. “siapa yang ingin, dimudahkan rejekinya, dan diundur ajalnya maka harus sering silaturrahmi.”
Perlu diketahui bahwa Allah sudah menetapkan ketentuan ajal manusia di dunia, sebelum dilahirkan. Kalau ajal didunia diundur berarti ajal kebangkitan dari bangkit kubur dikurangi. Karena ajal itu ada 2. Ajal pertama dari kelahiran sampai mati, sedangkan ajal kedua dari kematian sampai bangkit dari kubur.
Ketika manusia yang takwa dan sering bersilaturrahmi, maka yang didapat di dunia, ditambah umurnya di dunia, dengan mengurangi jatah umur di alam kubur menuju hari kebangkitan. Termasuk yang dapat menambah umur adalah kebiasaan suka bersedekah, atau suka memberi, loman (basa jawa).
Kalau dikatakan manusia adalah pembawa penyakit, maka obatnya meninggalkan manusia itu sendiri. Artinya jangan bergaul atau berkumpul terlebih dulu dengan manusia, tetapi menjaga jarak. Tapi kalau hidup sehat, terjadi karena ketemu dan bergaul dengan manusia, maka silaturahimlah sesama manusia. Karena silaturahmi inilah yang membuat manusia tetap sehat.
Seumpama saja, kalau santri ingin sehat secara sosial, sukses dalam berdakwah. Maka ketika santri menyelesaikan pendidikan di pondok pesantren, tidak langsung terjun dakwah. Tetapi pelajari dulu kondisi sosial, budaya dan ekonomi masyarakat saat itu, agar santri tidak kaget dengan berbagai kepribadian jamaah yang didakwahinya. Karena dunia santri dan masyarakat amatlah berbeda. Selama menjadi santri dunia penuh dengan semangat ngaji dan ibadah semata. Sedangkan berada di tengah-tengah masyarakat penuh warna-warni perilaku penghuninya.
Sebagai perumpamaan saja, ketika kita keluar dari kegelapan, berjalan menuju suasana terang benderang maka akan membuat berjalan dengan lancar. Berbeda dengan kondisi santri yang berjalan dalam lingkungan terang penuh cahaya keimanan, masuk di tengah masyarakat yang kita ibaratkan penuh dengan kegelapan agar termotivasi beribadah dan mengaji. Itulah makna mempelajari lingkungan masyarakat sebelum mendakwahi mereka.
Mugi Manfaat.Wallahu’alam bishowab.
Oleh : H.Lukman Nur Hakim
Editor : Ulil Absor