Selayang Pandang Berdirinya :
I. PROLOG
Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas karunia dan rahmat-Nya. Utamanya karunia keimanan (ideologis) memeluk agama-din Islam yang diaplikasikan nyata dalam perilaku-amal keseharian. Karena substansi Islam adalah berbuat dan berperilaku sesuai ajaran-ilmu Islam.
Shalawat dan Salam kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai utusan Allah Swt., pembawa syareat Islam yang diproklamirkan sebagai pamungkas agama samawi yang menyempurnakan syareat nabi-nabi sebelumnya.
Pondok pesantren adalah sub-kultural dari masyarakat Indonesia, yang terbentuk karena komunitas kecil dari seorang kiai dan santrinya. Berawal dari guru ngaji yang menyampaikan ilmunya kepada santri, kemudian berkembang menjadi habitat masyarakat islami. Sehingga pondok pesantren diidentikan dengan kelompok taat pengamal syareat Islam.
Pondok Pesantren Assalafiyah II Saditan Brebes, merupakan lembaga pendidikan Islam yang mengajarkan khazanah keilmuan ulama terdahulu yang berorientasikan salaf, yang baru berdiri beberapa bulan yang lalu. Mulai pembangunan dilaksanakan pada hari Minggu, 28 April 2013 Pukul 09.00 -17.00. Setelah dua tahun pembangunan, meskipun gedung asrama belum sempurna, sudah dibuka penerimaan santri baru pada hari Senin, 27 Juli 2015 M. Semenjak di buka penerimaan santri baru, banyak masyarakat yang ingin tahu, banyak kalangan yang simpatik dengan keberadaan pondok pesantren Assalafiyah II. Maka dari itu, penting sekali profil tentang pondok pesantren Assalafiyah II ini segera tersusun.
Profil Pondok Pesantren Assalafiyah II ini gambaran sekilas tentang pondok pesantren Assalafiyah II dan aneka kegiatan internal. Rencananya Pondok Pesantren Assalafiyah II akan di manage secara modern menghadapi era global, dengan cara pandang keagamaan tetap salaf. Untuk sementara, pondok pesantren Assalafiyah II belum mengelola lembaga sekolah formal sendiri. Sehinga santri bebas memilih sekolah formal di luar.
Sehubungan berbagai pihak yang meminta dibuatkan profil Pondok Pesantren Assalafiyah II tersebut semoga penyusunan profil ini dapat membantu, baik sekedar informasi maupun untuk kajian dan atau pijakan dalam pengembangan dan peningkatan mutu pondok pesantren. Semoga catatan singkat ini bermanfaat dan ada revisi di kemudian hari sesuai kebutuhan berdasarkan sistem manajemen dan fakta kegiatan Pondok Pesantren As Salafiyah II. Terima Kasih.
II. IDENTITAS
Nama : Assalafiyah II
Afiliasi : Islam
Tipe Pendidikan : Pondok Pesantren
Ideologi : Ahlussunnah Waljamaah
Berdiri : Senin, 27 Juli 2015 M.
Pendiri : K. H. Subhan Makmun
Pengasuh : K. H. Subhan Makmun
III. VISI
Mencetak generasi bangsa yang relijius, cerdas, disiplin, trampil dan berbudi pekerti luhur (akhlaqul karimah) yang berpaham (madzhab) Ahlussunah Waljam’ah Melestarikan sistem-pola lama yang masih baik dan mengakomodir cara-cara modern yang lebih baik (Al Muhafazhotu ‘alal qodimisshalih wal akhdzu bil jadidil ashlah)
IV. MISI
1 . Pembinaan kepribadian (karakter) santri secara periodik
2 . Meningkatkan mutu pendidikan pondok pesantren salaf
3 . Meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur pesantren
4 . Mengkaji berbagai disiplin ilmu Islam (Jawa-kitab kuning),
dan mengimplementasikan praktek ‘ubudiyah yang bermadzhab
Ahlussunah Waljama’ah
5 . Mengadakan pelatihan dasar ketrampilan dan kepemimpinan-leadership
V. KEGIATAN INTERNAL
- Belajar al Qur’an binnazhar metode talaqqi
- Praktek baca kitab sistem sorogan dan bandongan
- Kajian kitab salaf (kitab kuning)
- Study Club sekolah formal.
- Diskusi pelajaran diniyah (musyawarah)
- Ceramah agama (Jam’iyah Khitobiyah)
- Praktek ‘ubudiyah (Tata cara ibadah)
- Lalaran nazhom
- Pengajian kilatan hari-hari libur
- Madrasah Diniyah
- Pelatihan Komputer
VI. SEJARAH AS SALAFIYAH ( Ide dan Regenerasi )
Ambari yang merupakan tokoh desa Luwungragi dan orang terkaya waktu itu berperan aktif dalam penyiaran agama Islam. Beliau walaupun bukan orang yang mumpuni dalam hal agama, tetapi beliau senang dengan membuminya syiar Islam di desanya. Terbukti dengan mengirim anak-anaknya ke pondok pesantren dan mahabbah-nya dengan para ulama. Menurut penuturan Kiai Subhan, bahwa H. Ambari pernah soan ke Kiai Munawir Jogja dengan maksud akan menyumbang pembangunan pondok pesantren Krapyak. Tapi Kiai Munawir menolak karena material bangunan sudah cukup. Kiai Munawir menyarankan untuk diberikan kepada pesantren lain. Dan beliau mendoakan kepada H. Ambari; nanti anak keturunannya punya pondok pesantren.
Perkembangan Islam mulai terlihat dengan kehadiran K.H. Manshur yang di-pungut menantu oleh H. Ambari. Beliau rela menghabiskan waktunya, mengorbankan tenaga dan hartanya untuk membumikan syareat-hukum Islam di Luwungragi dan sekitarnya. Serentetan sepak terjang beliau telah membuka jalan untuk menggagas berdirinya pondok pesantren. Pada tahun 1940 M. K.H. Manshur mendirikan Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi, setelah dua tahun Kiai Ma’mun menikahi putrinya. Kemudian dalam pengajaran-pengajian pondok pesantren diserahkan kepada Kiai Ma’mun, menantu K.H. Manshur yang dikenal alim.
Pada waktu itu, Pondok Pesantren Assalafiyah baru memiliki 3 bilik (kamar) yang berlokasi sebelah utara Masjid Al-Istiqomah Luwungragi. Dan sekarang, pondok lama (pertama) tersebut lebih masyhur dengan nama Komplek I Al- Manshuriyah, untuk mengenang nama beliau K.H. Manshur yang menggagas penuh berdirinya Pondok Pesantren As Salafiyah Luwungragi. Tetapi ketika Agresi Militer Belanda II tahun 1942 M, Kiai Ma’mun meninggalkan pesantren untuk menghindari incaran tentara Belanda menuju Cirebon. Selama bertahun-tahun, ahirnya pada tahun 1947 M., Kiai Ma’mun mendirikan pesantren di desa Peterongan, Karang Sembung, Cirebon. Tapi setelah keadaan desa Luwungragi aman, Kiai Ma’mun kembali ke desa Luwungragi untuk melanjutkan perjuangan yang tertunda. Adapun santri yang pertama kali mondok bernama Amat dari desa Karang Suwung. Mulai tahun 1970 M. sedikit demi sedikit santri mulai berdatangan, diantaranya Harun dari Lengkong, Kuningan, Husain, Nunung dan Amin. Akan tetapi pada tahun 1971 M. ada sekelompok garong mengintimidasi santri. Sehingga seluruh santri merasa terancam, ketakutan dan ahirnya semuanya pulang meninggalkan pesantren.
Perjuangan merintis pondok pesantren Kiai Ma’mun banyak mengalami ujian. Namun tidak menjadikannya putus asa. Beliau pasrah (tawakkal) kepada Allah Swt. dengan berbagai cobaan yang menimpanya, meskipun sudah dua kali pondok kosong dari santri. Pada tahun 1973 M. mulai berdatangan lagi para santri yang ingin mengaji (mondok) kepada Kiai Ma’mun. Santri pertama kali pada tahun itu adalah Abdul Manaf dari Kuningan. Semenjak itulah pondok Pesantren Assalafiyah mulai berjalan normal dan eksis sampai sekarang.
Dari tahun ke tahun santri bertambah banyak, akan tetapi tidak pernah lebih dari empat puluh sampai beliau Kiai Ma’mun wafat. Beliau meninggal dunia di desa Luwungragi, pada hari???, 26 Oktober 1986 M. Mengenai jumlah santri yang tidak pernah lebih dari empat puluh, Kang Haji (panggilan akrab Kiai Subhan Ma’mun) pernah menanyakannya kepada Kiai Ma’mun. Jawaban Kiai Ma’mun cukup singkat. Tutur beliau: “ Aku tak gawe keramat, mengko sira sing nggandul. Sira mengko santrine akeh, Abah samene bae” [ Saya sedang membuat keramat, nanti kamu yang merasakan. Kamu nanti santrinya banyak. Abah cukup segini saja.]
Setelah beliau wafat, tapuk kepemimpinan pondok pesantren dipercayakan kepada Kang Haji, sebagai putra satu-satunya dari kedelapan saudara. Karena pada waktu itu Kang Haji masih muda dan belum menikah, dalam me-menej dan mengembangkan pondok pesantren beliau melibatkan kakak-kakak iparnya. Hasil kerjasama yang solid dari seluruh unsur keluarga menjadikan pondok pesantren Assalafiyah tetap eksis dan bahkan berkembang pesat. Dari sinilah awal perkembangan pondok pesantren.
Jumlah santri Assalafiyah terus bertambah, pembangunan asrama-pun mulai digalakkan. Pada tahun 1990 M. saja jumlah santri kurang lebih sudah mencapai 150. Dari tahun ke tahun, jumlah santri terus meningkat. Terahir, berdasarkan data statistik santri tahun 2015 M., jumlah santri Assalafiyah sudah mencapai angka 1220.
Seiring dengan jumlah santri yang terus meningkat, sarana fisik pesantren (asrama)-pun ikut meningkat. Juga sistem belajar-mengajar mengalami perubahan. Dulu hanya menggunakan sistem belajar-ngaji sorogan, musyawarah (diskusi) dan bandongan. Sekarang ditambah sistem tarbiyah (metode sekolah). Sehingga pondok pesantren Assalafiyah membentuk lembaga madrasah-sekolah, dari mulai tingkat ibtida (pemula) sampai aliyah (tinggi). Sesuai pernyataan para ulama yang menjadi landasan modernisasi pesantren:“ Al Muhafazhotu ‘alal qodimisshalih wal akhdzu bil jadidil ashlah ” [Melestarikan sistem-pola lama yang masih baik dan mengakomodir cara-cara modern yang lebih baik]
Setelah pondok pesantren Assalafiyah ini maju dan terkenal, banyak permintaan masyarakat untuk menerima santri yang sekolah formal. Namun beliau Kiai Subhan belum berminat. Karena beliau berkomitmen untuk mempertahankan ke-salaf-an pendidikan pesantren As Salafiyah, Luwungragi, yang diwariskan bapaknya. Tapi desakan membuka pesantren bersekolah formal semakin tidak terbendung. Mungkin ini tuntutan zaman yang mendorong para pengasuh melakukan modernisasi pesantren.
Secara kebetulan, Kiai Nurul Huda Jazuli (Gus Da) dari Ploso mengisi mauizhah hasanah (nasehat) pada acara Ahirussanah pondok pessantren As Salafiyah pada 24 Juli 2010 M / 13 Sya’ban 1431 H. Gus Da menyarankan kepada Kiai Subhan agar membuka pondok pesantren formal seperti QUIN Ploso. Mendengar saran tersebut Kiai Subhan menimpali dengan perkataan:” InsyaalLah, tapi diluar, jangan di sini (pondok pesantren As Salafiyah, Luwungragi)”. Lalu Kiai Nurul Huda meng-amin-ni keinginan Kiai Subhan yang baru diucapkan.
Berkah dari doa tersebut, pada tanggal 26 Agustus 2012 M., bertepatan 23 Ramadhan 1433 H., ada seorang dermawan, bernama H. Wardoni SH, dari Saditan, soan (silaturahim) ke rumah Kiai Subhan. H. Wardoni bermaksud mewakafkan sebidang tanah miliknya seluas 2.728 m. Kiai Subhan yang memang sudah berencana mendirikan pesantren formal, sangat apresiatif dengan niat baik H. Wardoni. Kata Kiai Subhan:” Terima kasih atas kepercayaan bapak. Wakaf dari bapak saya terima tapi bukan saya miliki. Tanah wakaf itu tidak bisa dimiliki, karena tanah wakaf itu statusnya milkun lilLah [ milik Allah ]. Saya sekedar mengelola (nazhir) tanah wakaf bapak. InsyaalLah, secepatnya akan saya bangunkan Aula untuk shalat dan kemudian pondok pesantren. Setelah H. Wardoni mendengarkan ucapan Kiai Subhan, dia merasa puas-sreg. Dia merasa pertemuan dengan Kiai Subhan sangat tepat, setelah dia kesulitan mencari sosok yang amanah. Karena sebelumnya H. Wardoni pernah akan memberikan wakaf tersebut kepada orang lain, tapi digagalkan karena pertemuan dengan orang itu meninggalkan kesan tidak amanah di mata H. Wardoni. Dan setelah itu, H. Wardoni menambah wakaf tanahnya seluas 400 M., yang berada di sebelah timur bangunan Assalafiyah II Saditan.
Ahirnya pembangunan Pondok Pesantren Assalafiyah II mulai dilaksanakan pada hari Minggu, 28 April 2013 Pukul 09.00 -17.00 . Dan di isi Pengajian Umum oleh K.H. Dimyathi Rois dari Kaliwungu dan Habib Luthfi Yahya dari Pekalongan. Pembangunan ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Mendiknas, yang diwakili oleh Direktur Pembinaan Pendidikan Masyarakat, Dr. Ella Yulaelawati Rumindasari, M.A., Ph.D. Hadir pada kesempatan itu Drs. H. Khaeruddin, MA Kakanwil Kemenag Prov. Jawa Tengah, Bupati Brebes, Kankemenag Kan. Brebes, dan tidak kurang dari tiga ribu pengunjung hadir di lokasi pembangunan Pondok Pesantren As Salafiyah II, Jl. MT Haryono Saditan, Brebes.
VII. SISTEM ORGANISASI PONDOK PESANTREN
Pondok Pesantren Assalafiyah II, Saditan, Brebes, di asuh oleh seorang kiai. Kiai atau pengasuh menjadi leader (pemimpin) dalam menentukan peraturan dan kebijakan pondok pesantren. Juga menjadi guru besar bagi santri, yang perilakunya menjadi teladan dan ilmunya menjadi pijakan. Karena seorang kiai merupakan pewaris (ajaran) para nabi, yang dipercayai amanah dalam menjaga dan menyebarkan syareat Islam. Sesuai sabda Nabi Muhammad Saw.: “ al ‘ulama umanau ummati “[ulama itu kepercayaan umatku].
Sementara dewan asatidz (guru) dan pengurus pondok pesantren merupakan tenaga bantu, yang diambil dari santri senior dan telah selesai menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Assalafiyah, Luwungragi. Mereka rela direkrut dalam kepengurusan atas dasar ber-khidmah (membantu) kepada kiai/pengasuh, di samping belajar ke-organisasi-an dan melatih mental. Ada juga sebagian kecil guru dari luar yang diperbantukan untuk mengajar di pondok pesantren Assalafiyah II, Saditan, Brebes.
VIII. PROGRAM PENGEMBANGAN PESANTREN
Pondok pesantren merupakan pendidikan paling tua di Indonesia sebelum ada sekolah maupun pendidikan lain. Namun pondok pesantren terus mengalami kemajuan sesuai perkembangan zaman. Pondok pesantren selalu melakukakn pembenahan berkaitan tuntutan globalisasi zaman. Sehingga keberadaan pondok pesantren tetap eksis dan tidak ketinggalan dengan pendidikan lain. Antusiasme masyarakat pun meningkat, bahkan partisipasi mereka nyata dalam setiap pembangunan pondok pesantren. Oleh karena itu pondok pesantren Assalafiyah II Saditan merupakan implementasi program pengembangan Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi. Yaitu mendirikan pondok pesantren formal (modern) dengan tetap berpegang pada ajaran salaf..
Pondok Pesantren formal ini bertujuan memenuhi keinginan masyarakat yang menghendaki pondok pesantren memasukan kurikulum formal. Karena di pondok pesantrenlah pendidikan yang konprehensif bisa dilakukan, mulai ilmu agama, iptek dan pendidikan karakter (akhlaqul karimah), dan bahkan pendidikan kecakapan hidup-mandiri bisa diwujudkan. Karena keberadaan pondok pesantren memiliki posisi strategis bagi pengembangan sumber daya manusia pada era global, terutama sebagai basis penguatan citra dan kultur agamis, khususnya dalam penanaman nilai iman dan taqwa yang menjadi modal dasar bagi terciptanya sumber daya manusia yang menjadi subyek dalam mengupayakan terwujudnya tatanan kehidupan yang lebih baik, secara material dan spiritual, serta membawa rahmatan lil alamin [kedamaian hidup manusia]
IX. LINGKUNGAN SEKITAR PONDOK PESANTREN
Letak geografis Pondok Pesantren Assalafiyah II, Saditan yang berada di jantung kota sangat orientatif untuk dakwah islamiyah dan peningkatan pendidikan berbasis agama. Di sekitar lokasi Pondok Pesantren Assalafiyah II Saditan banyak perkantoran dan lembaga-lembaga sekolah, yang tentu mencerminkan populasi masyarakat yang berpendidikan, dan itu akan sangat mendukung intelektualitas pondok pesantren dalam penyebaran ajaran Islam berpaham Ahlussunnah Waljamaah.
Kondisi lingkungan sekitar pondok pesantren merupakan masyarakat perkotaan, masyarakat plural, dari berbagai status sosial, dan bahkan perbedaan ideologi-keyakinan. Masyarakat perkotaan terbilang ekstra sibuk dengan urusan sendiri-sendiri, materialisme tinggi, sehingga unsur agama kurang diperhatikan. Dengan berdirinya pondok pesantren As Salafiyah II, Saditan, niscaya akan mewarnai kehidupan sosial perkotaan dan menciptakan masyarakat kota yang agamis. Utamanya, Pondok Pesantren Assalafiyah II, Saditan, akan berperan aktif dalam program pemerintah; mencerdaskan anak bangsa.
X. PENUTUP
Profil Pondok Pesantren Assalafiyah II, Saditan, Brebes, ini sekedar catatan perdana yang suatu saat akan direvisi. Karena masih banyak yang harus diinformasikan sesuai penataan manajemen pondok pesantren untuk jangka panjang. Paling tidak profil ini dapat membantu penataan (manajerial) ke depan. Supaya tujuan mencetak SDM (sumber daya manusia) yang tinggi benar-benar terlaksana. Sekaligus konsep ini menjadi berita publik. Barangkali mau ikut serta berpartisipasi demi kemajuan pondok pesantren, baik moril maupun materiil.
Sebagai penutup, marilah saling bahu membahu dalam syiar Islam sesuai tingkat kemampuan. Terutama sub-syiar Islam dalam bidang pendidikan, agar cita-cita membangun umat secara kaffah benar-benar terbukti. Semoga profil ini bermanfaat. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu berdirinya Pondok Pesantren Assalafiyah II Saditan, Brebes.
Saditan, Kamis, 03 Desember 2015 M.
Pengasuh
K.H. Subhan Ma’mun