Oleh : H.Lukman Nur Hakim.
Apa masih ada saat ini, Pondok Pesantren salaf yang bertahan dan memiliki jumlah santri banyak, bahkan mencapai ribuan.
Pondok Pesantren salaf yang masih digandrungi para santri dan orang tua untuk memondokkan anaknya. Pondok Pesantren yang para santri hanya khusus mempelajari kurikulum pesantren, tidak dibarengi atau terbagi dengan proses pembelajaranya pada mata pelajaran di sekolah formal Kementrian Agama maupun Pendidikan Nasional.
Bergesernya perkembangan kebutuhan manusia pada setiap pergantian kepemimpinan dan era teknologi digital. Berdampak pula pada dunia pesantren yang sebagian besar sudah meninggalkan kurikulum formal Pondok Pesantrennya, tergantikan oleh standar kurikulum sekolah formal kementrian Agama dan Pendidikan Nasional.
Disadari maupun tidak, Pesantren di berbagai daerah terlihat mulai marak tumbuh dan berkembang sekolah-sekolah umum dan mengurangi jam pembelajaran khusus keagamaan. Hal ini mungkin dimaksud untuk mengikat para santri, agar tetap memilih pondok pesantren tersebut, sebagai tempat pilihan untuk belajar dan mencari ilmu. Sehingga para santri memiliki ijasah sekolah umum maupun ijasah dari Pondok Pesantren.
Di tengah ramainya Pondok Pesantren yang memiliki sekolah umum, adalah salah satu Pondok Pesantren yang masih mempertahankan kesalafannya, menjaga kurikulum pesantren. Sebut saja Pondok Pesantren Assalafiyah yang ada di Luwungragi Brebes.
Menurut pengasuh Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Brebes, K.H. Subhan Ma’mun, disela-sele kegiatan Thorikoh Assadziliyah, Minggu , 7 Nopember 2021 di Mushola Sabilul Huda Klampok Brebes mengatakan, ” Salah satu keeksisan Pondok Pesantren Assalafiyah sampai sekarang karena doa orang tua”.
Tepatnya pada tahun 1981, K.H. Subhan Ma’mun ditanya tentang data santri yang diasuhnya. Beliau menjawab, bahwa santri Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi berjumlah 25 orang.
Kata yang mendata, “boleh, ditambah 0 (nol) satu lagi, dibelakangnya?” K.H. Subhan tetep tidak mau. Beliau bersihkukuh dengan angka 25.
Mendengar jawaban K.H. Subhan Ma’mun yang tidak mau menambah angka 0 (nol) di belakang 25. Agar berjumlah 250 santri. Biar terlihat angka yang normal dan wajar pada santri di Pondok Pesantren. Pendata tersebut kemudian menuju Kyai Ma’mun orang tua K.H. Subhan. Bertujuan agar Kyai Ma’mun bersedia menambahkan angka 0 (Nol).
Sesampai di hadapan Kyai Ma’mun, pendata tersebut menanyakan kembali, tentang jumlah santri yang ada di Pondok Pesantren Assalafiyah. Kyai Ma’mun menjawab 25 santri. Pendata tersebutpun meminta untuk menambahkan 0 ( Nol) di belakang angka 25, sebagaimana permintaan yang sama pada K.H. Subhan.
Kyai Mamun juga tidak mau untuk menambah 0 (nol) di belakang angka 25.
Kyai Ma’mun akhirnya bertanya kepada pendata tersebut. “Apakah Anda nggak bertanya kepada Kyai Subhan?” Pendata menjawab “Sudah, dan jawabanya sama.”
Kyai Ma’mun kembali bertanya “Kyai Subhan tidak mau menambah angkanya?,”
“Tidak mau” jawab pendata.
“Yang muda saja tidak mau, apalagi yang tua,” jawab Kyai Ma’mun.
Setelah beberapa saat pendata pergi, Kyai Ma’mun kemudian menghampiri K.H Subhan.
“Khumaid?” (nama panggilan K.H Subhan kecil). “Kamu didatangi pendata untuk menanyakan jumlah santri Assalafiyah?”
“Nggih pak,” jawab K.H. Subhan Ma’mun.
“Terus, tidak mau menambah 0 (nol) dibelakang angka 25.”
“Nggih Pak” jawab K.H. Subhan lagi.
“Benar Khumaid, kalau tadi datanya ditambah 0 (nol) maka Pondok Pesantren Assalafiyah akan kurang baik ke depannya, tetapi dengan tidak mau menambah 0 (nol), saya doakan kelak Pondok Pesantren Assalafiyah akan memiliki santri yang banyak.”
Pertanyaan tahun 1981 ternyata terjawab sekarang. Kalau seandainya saja pada tahun 1981 terjadi manipulasi data, mungkin saat ini Pondok Pesantren Assalafiyah ada santrinya atau tidak. Ternyata, dengan kejujuran yang pahit, menjadikan keberkahan di belakangnya.
Jujur bukan menjadi hancur, di belakang kejujuran akan ada kesuksesan. Dengan kejujuran Pondok Pesantren Assalafiyah akhirya dipercaya para orang tua yang akan memondokkan anaknya,
Kalau saja terjadi manipulasi data, kemungkinan selanjutnya akan terjadi fitnah. Namun dengan keorisinilan data akan terhidar dari fitnah.
Dengan kejujuran puka akan merasakan hidup damai dan bahagia. Kejujuran ini pula yang membuat Kyai Ma’mun mendoakan K.H. Subhan kelak memiliki santri banyak. Alhasil saat ini, jumlah santri di Assalafiyah 1 sekitar 1700 dan Asslafiyah 2 (dua) 1100. Ternyata berdasarkan data yang penulis dapatkan sampai detik ini, Pondok Pesantren Asalafiyah masih eksis dan memiliki santri mencapai 2800 lebih. Banyangkan saja, kalau di tahun 1981 berbohong. Mungkin Assalafiyah tidak memiliki santri yang banyak dan tidak maju seperti sekarang ini.
Teruntuk Kyai Ma’mun, Al-Fatihah