Sejarah Berdirinya Ponpes Assalafiyah I

SEJARAH PONPES AS SALAFIYAH 1 ( Ide dan Regenerasi )

Ambari yang merupakan tokoh desa Luwungragi dan orang terkaya waktu itu berperan aktif dalam penyiaran agama Islam. Beliau walaupun bukan orang yang mumpuni dalam hal agama, tetapi beliau senang dengan membuminya syiar Islam di desanya. Terbukti dengan mengirim anak-anaknya ke pondok pesantren dan mahabbah-nya dengan para ulama. Menurut penuturan Kiai Subhan, bahwa H. Ambari pernah soan ke Kiai Munawir Jogja dengan maksud akan menyumbang pembangunan pondok pesantren Krapyak. Tapi Kiai Munawir menolak karena material bangunan sudah cukup. Kiai Munawir menyarankan untuk diberikan kepada pesantren lain. Dan beliau mendoakan kepada H. Ambari; nanti anak keturunannya punya pondok pesantren.

Perkembangan Islam mulai terlihat dengan kehadiran K.H. Manshur yang dipungut menantu oleh H. Ambari. Beliau rela menghabiskan waktunya, mengorbankan tenaga dan hartanya untuk membumikan syareat-hukum Islam di Luwungragi dan sekitarnya. Serentetan sepak terjang beliau telah membuka jalan untuk menggagas berdirinya pondok pesantren. Pada tahun 1940 M. K.H. Manshur mendirikan Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi, setelah dua tahun Kiai Ma’mun menikahi putrinya. Kemudian dalam pengajaran-pengajian pondok pesantren diserahkan kepada Kiai Ma’mun, menantu K.H. Manshur yang dikenal alim.

Pada waktu itu, Pondok Pesantren As Salafiyah baru memiliki 3 bilik (kamar)  yang berlokasi sebelah utara Masjid Al-Istiqomah Luwungragi.  Dan sekarang, pondok lama (pertama) tersebut lebih masyhur dengan nama Komplek I Al- Manshuriyah, untuk mengenang nama beliau K.H. Manshur yang menggagas penuh berdirinya Pondok Pesantren As Salafiyah Luwungragi. Tetapi ketika Agresi Militer Belanda II tahun 1942 M, Kiai Ma’mun meninggalkan pesantren untuk menghindari incaran tentara Belanda menuju Cirebon.

Selama bertahun-tahun, ahirnya pada tahun 1947 M, Kiai Ma’mun mendirikan pesantren di desa Peterongan, Karang Sembung, Cirebon. Tapi setelah keadaan desa Luwungragi aman, Kiai Ma’mun kembali ke desa Luwungragi untuk melanjutkan perjuangan yang tertunda. Adapun santri yang pertama kali mondok bernama Amat dari desa Karang Suwung. Mulai tahun 1970 M. sedikit demi sedikit santri mulai berdatangan, diantaranya Harun dari Lengkong, Kuningan, Husain, Nunung dan Amin. Akan tetapi pada tahun 1971 M. ada sekelompok garong mengintimidasi santri. Sehingga seluruh santri merasa terancam, ketakutan dan ahirnya semuanya pulang meninggalkan pesantren.

Perjuangan merintis pondok pesantren Kiai Ma’mun banyak mengalami ujian. Namun tidak menjadikannya putus asa. Beliau pasrah (tawakkal) kepada Allah Swt. dengan berbagai cobaan yang menimpanya, meskipun sudah dua kali pondok kosong dari santri. Pada tahun 1973 M. mulai berdatangan lagi para santri yang ingin mengaji (mondok) kepada Kiai Ma’mun. Santri pertama kali pada tahun itu adalah Abdul Manaf dari Kuningan. Semenjak itulah pondok Pesantren Assalafiyah mulai berjalan normal dan eksis sampai sekarang.

Dari tahun ke tahun santri bertambah banyak, akan tetapi tidak pernah lebih dari empat puluh sampai beliau Kiai Ma’mun wafat. Beliau meninggal dunia dan dimakamkan di desa Luwungragi, wafat pada tanggal 26 Oktober 1986 M. Mengenai jumlah santri yang tidak pernah lebih dari empat puluh, Kang Haji (panggilan akrab Kiai Subhan Ma’mun) pernah menanyakannya kepada Kiai Ma’mun. Jawaban Kiai Ma’mun cukup singkat. Tutur beliau: “ Aku tak gawe keramat, mengko sira sing nggandul. Sira mengko santrine akeh, Abah samene bae” [ Saya sedang membuat keramat, nanti kamu yang merasakan. Kamu nanti santrinya banyak. Abah cukup segini saja.]

Setelah beliau wafat, tapuk kepemimpinan pondok pesantren dipercayakan kepada   Kang Haji, sebagai putra satu-satunya dari kedelapan saudara. Karena pada waktu itu Kang Haji masih muda dan belum menikah, dalam me-maneg dan mengembangkan pondok pesantren beliau melibatkan kakak-kakak iparnya. Hasil kerjasama yang solid dari seluruh unsur keluarga menjadikan pondok pesantren Assalafiyah tetap eksis dan bahkan berkembang pesat. Dari sinilah awal perkembangan pondok pesantren.

Jumlah santri Assalafiyah terus bertambah, pembangunan asrama-pun mulai digalakkan. Pada tahun 1990 M saja jumlah santri kurang lebih sudah mencapai 150. Dari tahun ke tahun, jumlah santri terus meningkat. Terahir, berdasarkan data statistik santri tahun 2015 M, jumlah santri Ponpes Assalafiyah sudah mencapai angka 1.220 an.

Seiring dengan jumlah santri yang terus meningkat, sarana fisik pesantren (asrama)-pun ikut meningkat. Juga sistem belajar-mengajar mengalami perubahan. Dulu hanya menggunakan sistem belajar-ngaji sorogan, musyawarah (diskusi) dan bandongan. Sekarang ditambah sistem tarbiyah (metode sekolah). Sehingga pondok pesantren Assalafiyah membentuk lembaga madrasah-sekolah, dari mulai tingkat ibtida (pemula) sampai aliyah (tinggi). Sesuai pernyataan para ulama yang menjadi landasan modernisasi pesantren:“ Al Muhafazhotu ‘alal qodimisshalih wal akhdzu bil jadidil ashlah ” [Melestarikan sistem-pola lama yang masih baik dan mengakomodir cara-cara modern yang lebih baik]

Setelah pondok pesantren Assalafiyah ini maju dan terkenal, banyak permintaan masyarakat untuk menerima santri yang sekolah formal. Namun beliau Kiai Subhan belum berminat. Karena beliau berkomitmen untuk mempertahankan ke-salaf-an pendidikan pesantren Assalafiyah, Luwungragi, yang diwariskan bapaknya. Tapi permintaan dan desakan membuka pesantren bersekolah formal semakin tidak terbendung. Mungkin ini tuntutan zaman yang mendorong para pengasuh melakukan modernisasi pesantren.

Secara kebetulan, Kiai Nurul Huda Jazuli (Gus Da) dari Ploso mengisi mauizhah hasanah (nasehat) pada acara Ahirussanah pondok pessantren As Salafiyah pada 24 Juli 2010 M / 13 Sya’ban 1431 H. Gus Da menyarankan kepada Kiai Subhan agar membuka pondok pesantren formal seperti QUIN Ploso. Mendengar saran tersebut Kiai Subhan menjawab dengan perkataan:” Insyaallah, tapi diluar, jangan di sini (pondok pesantren Assalafiyah, Luwungragi)”. Lalu Kiai Nurul Huda meng-amin-ni keinginan Kiai Subhan yang baru diucapkan.

Berkah dari doa tersebut, pada tanggal 26 Agustus 2012 M., bertepatan 23 Ramadhan 1433 H., ada seorang dermawan, bernama H. Wardoni,SH, dari Saditan, soan (silaturahim) ke rumah Kiai Subhan. Bapak H. Wardoni bermaksud mewakafkan sebidang tanah miliknya seluas 2.728 m. Kiai Subhan yang memang sudah berencana mendirikan pesantren formal, sangat apresiatif dengan niat baik H. Wardoni. Kata Kiai Subhan:” Terima kasih atas kepercayaan bapak. Wakaf dari bapak saya terima tapi bukan saya miliki. Tanah wakaf itu tidak bisa dimiliki, karena tanah wakaf itu statusnya milkun lillah [ milik Allah ]. Saya sekedar mengelola (nazhir) tanah wakaf bapak. Insyaallah, secepatnya akan saya bangunkan Aula untuk shalat dan kemudian pondok pesantren.”

Setelah Bapak H. Wardoni mendengarkan ucapan Kiai Subhan, dia merasa puas-sreg. Dia merasa pertemuan dengan Kiai Subhan sangat tepat, setelah dia kesulitan mencari sosok yang amanah. Karena sebelumnya Bapak H. Wardoni pernah akan memberikan wakaf tersebut kepada orang lain, tapi digagalkan karena pertemuan dengan orang itu meninggalkan kesan tidak amanah di mata Bapak H. Wardoni. Dan setelah itu, Bapak H. Wardoni menambah wakaf tanahnya seluas 400 m, yang berada di sebelah timur bangunan Assalafiyah II Saditan.

Ahirnya pembangunan Pondok Pesantren Assalafiyah II mulai dilaksanakan pada hari Minggu, 28 April 2013 Pukul 09.00 -17.00 . Dan di isi Pengajian Umum oleh K.H. Dimyathi Rois dari Kaliwungu dan Habib Luthfi Yahya dari Pekalongan. Pembangunan ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Mendiknas, yang diwakili oleh Direktur Pembinaan Pendidikan Masyarakat, Dr. Ella Yulaelawati Rumindasari, M.A., Ph.D. Hadir pada kesempatan itu Drs. H. Khaeruddin, MA Kakanwil Kemenag Prov. Jawa Tengah, Bupati Brebes, Kankemenag Kan. Brebes, dan tidak kurang dari tiga ribu pengunjung hadir di lokasi pembangunan Pondok Pesantren As Salafiyah II, Jl. MT Haryono Saditan, Brebes.

Pengasuh

K.H. Subhan Ma’mun

Bagikan ke:

Share on facebook
Facebook
Share on email
Email
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp

Tinggalkan Komentar

Wali Santri Ponpes 1

Untuk menjalin berkomunikasi antara pengurus, dengan wali  santri, silahkan klik tombol dibawah ini.

Wali Santri Ponpes 2

Untuk menjalin berkomunikasi antara pengurus, dengan wali  santri, silahkan klik tombol dibawah ini.

Alumni Ponpes 1

Wadah menjalin berkomunikasi antara Alumni Ponpes 1 silahkan klik tombol dibawah ini.

Alumni Ponpes 2

Wadah menjalin berkomunikasi antara Alumni Ponpes 2 silahkan klik tombol dibawah ini.

Konsultasi

Pondok I

Klik disini untuk chat dengan mengirim Pesan Whatshapp ke Pengurus Pondok Pesantren Assalafiyah I Brebes

Pondok II

Klik disini untuk chat dengan mengirim Pesan Whatshapp ke Pengurus Pondok Pesantren Assalafiyah II Brebes

Email

Klik disini untuk mengirim email kepada admin tentang pertanyaan dan saran untuk Ponpes Assalafiyah Brebes