Niat merupakan salah satu elemen penting dalam setiap ibadah, baik ibadah mahdoh maupun ghairu mahdoh. Karena dengan niat lah amal ibadah kita akan divalidasi (dikatakan sah), begitu pun dari niat pula lah akan kelihatan masuk kategori mana amal ibadah kita, apakah itu ibadah wajib atau hanya ibadah sunah saja.
Begitu pun niat dalam bab puasa ramadhan. Karena puasa ramadhan masuk dalam renah ibadah wajib, maka pelaksanaannya tentu mempunyai syarat dan ketentuan yang berlaku lebih ketat dan detail dibandingkan dengan puasa sunah.
Menurut madzhab Syafi’i dalam beberapa kutubut turats, niat puasa ramadhan harus dilakukan setiap malam, atau dalam literatur fiqih disebutkan dengan istilah tabyitun niat (nginapaken niat, bahasa jawa red) dengan rentang waktu dari terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar subuh.
Maka untuk mengantisipasi kelalaian kita tidak niat puasa di malam hari, para ulama menganjurkan niat puasa satu bulan penuh di malam pertama Ramadhan. Hal ini ditujukan apabila suatu hari kita lupa untuk niat, maka puasanya tetap sah karena dicukupkan dengan niat satu bulan penuh tersebut dengan mengikuti (taqlid) pada madzhab Maliki.
Imam al-Qulyubi menjelaskan:
وَيُنْدَبُ أَنْ يَنْوِيَ أَوَّلَ لَيْلَةٍ صَوْمَ شَهْرِ رَمَضَانَ أَوْ صَوْمَ رَمَضَانَ كُلَّهُ لِيَنْفَعَهُ تَقْلِيدُ الْإِمَامِ مَالِكٍ فِي يَوْمٍ نَسِيَ النِّيَّةَ فِيهِ مَثَلًا لِأَنَّهَا عِنْدَهُ تَكْفِي لِجَمِيعِ الشَّهْرِ
“Disunahkan pada malam pertama bulan Ramadhan untuk niat berpuasa sebulan penuh untuk mengambil memanfaatkan pendapat Imam Malik pada suatu hari yang lupa untuk berniat di dalamnya. Karena beliau menganggap niat tersebut mencukupi bila lupa niat pada malam-malam berikutnya di semua malam Ramadhan” (Hasyiyah Al-Qulyubi, II/66)
Referensi berikutnya yang bisa kita pegang adalah kitab Sabilul Huda karya KH. A.Idris Marzuqi Lirboyo Kediri. Pada Halaman 51, Kyai kharismatik asal kota pesantren ini, menjelaskan bahwa untuk berjaga-jaga agar puasa tetap sah ketika suatu saat lupa niat, sebaiknya pada hari pertama bulan ramadhan berniat taqlid (mengikuti) pada Imam Malik yang memperbolehkan niat puasa ramadhan hanya pada permulaanya saja.
Lafadz niatnya sebagai berikut :
نَوَيْتُ صَوْمَ جَمِيْعِ شَهْرِ رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ تَقْلِيْدًا لِلْإِمَامِ مَالِكٍ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى
Artinya : Saya niat berpuasa keseluruhan bulan ramadhan pada tahun ini, taqlid (mengikuti) Imam Malik, fardu karena Allah SWT.
Sedangkan menurut keterangan dari pengarang Al Fawaid Al Mukhtaroh Lisaliki Thoriqi Al Ahiroh, yaitu al Habib Zen Bin Ibrahim bin Smith, yang mengutip satu statement dari kitab At Taqrirot halaman 440, menyebutkan bahwa ada dua faidah kalau kita di awal malam Ramadhan mengikuti (taklid) niat puasa ramadhan versi Imam Malik, yaitu yang pertama puasa kita akan tetap sah ketika kita lupa berniat puasa di malam hari, yang kedua akan tetap memperoleh pahala yang sempurna satu bulan full, andai kita meninggal dan tidak menyelesaikan puasa ramadhan selama sebulan, hal ini yang dilihat adalah dari sisi faktor niat.
Berikut redaksi lengkapnya :
ولا تكفى نية واحدة لكل شهر على المعتمد لكن تسن, وفيها فائدتان : الاولى صحة يوم نسي تبييت النية فيه على مدهب الامام مالك, الثانيو اخده الاجر كاملا ولو مات قبل تمام الشهر اعتبارا بنيته
Artinya : Tidak cukup niat satu untuk mengcover satu bulan, begitulah menurut pendapat mu’tamad, akan tetapi hal tersebut disunahkan, yang mana di dalamnya mempunyai dua faidah, yang pertama yaitu puasa kita akan tetap sah bilamana kita lupa berniat puasa di malam hari, yang kedua akan tetap memperoleh pahala yang sempurna satu bulan penuh, andai kita meninggal dan tidak menyelesaikan puasa ramadhan sampai diujung akhir bulan, hal ini yang dilihat adalah dari sisi faktor niat.
Sehingga yang perlu kita garis bawahi bersama adalah adanya solusi tersebut bukan berarti membuat kita tidak perlu lagi niat di setiap malamnya, tapi cukup hanya sebagai jalan keluar ketika benar benar lupa tidak niat puasa ramadhan di malam hari pada malam-malam berikutnya.
Wallahu ‘alam bishowwab.
Literatur terkait :
- Kasifatus Saja Syarh Safinatun Naja’, hal. 265
- Sabilul Huda, hal. 51
- Al Fawaid Al Mukhtaroh Lisaliki Thoriqi Al Ahiroh (587-588)
- I’anatut Tholibin (juz 2, hal.221)
- Hasyiyah Al-Qulyubi (juz 2, hal.66)
Oleh : Ulil Absor